Words represent us. We can tell others by words. We can express our voices by words. We communicate by words. We develop life with words. We can show who we are by words. Words make our culture. Word is life.

Selasa, 21 Oktober 2008

Apa yang ditawarkan Pendidikan Kita

Laskar Pelangi itu menyadarkan kita akan pentingnya pendidikan. Tapi pendidikan, atau lebih khususnya, sekolah yang seperti apa? Kalau kita melihat perkembangan dunia pendidikan kita, kita patut bertanya.Apa yang sebenarnya ditawarkan pendidikan kita? itu menjadi pertanyaan besar, paling tidak bagi saya, akhir-akhir ini.Menurut ilmu psikologi, ada dua bagian otak yang diolah dan dikembangkan, salah satunya dengan pendidikan. Ada otak kiri, yang mendominasi area inteljensi, kemampuan sintetis, linier. Ada otak kanan yang mendominasi area emosional, kemampuan analisis.Sekarang ini, sudah hampir semua orang menyadari pentingnya keseimbangan antara keduanya, sehingga sudah mulai banyak suara yang menginginkan adanya bagian pengembangan kepribadian (otak kanan) dalam kurikulum kita. Dengan banyaknya orang yang sadar itu, logikanya, pendidikan (=kurikulum) kita sudah mengarah ke sana. Benarkah? Sepertinya masih jauh panggang dari api.Kita bisa melihat hasil pendidikan itu dari dunia pendidikan itu sendiri, atau indikator paling jelas adalah hasil pendidikan itu, orang-orang terdidik, para lulusan sekolah atau para sarjana kita.Saya melihat, ada tiga golongan paling besar dari 'orang-orang terdidik' itu yang sangat banyak jumlahnya di negara ini.Golongan pertama adalah orang-orang yang kuat otak kirinya, lemah otak kanannya. Orang ini biasanya kurang banyak bergaul, dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kertas dan alat peraga. Orang-orang ini hampir tidak punya selera humor, kalaupun ada bercandanya harus pakai otak, tidak berseni, dan salah satu ciri tambahan di negara kita, biasanya miskin. Sebab gaji peneliti di negara ini memang belum sebesar para praktisi. Orang-orang ini kurang bisa berperan dalam perkembangan peradaban, sekalipun mereka adalah penguasa teknologi, karena mereka selain kurang bergaul juga susah mengambil inisiatif, dan keputusan serta kurang kreatif tentang hal yang berkaitan dengan urusan perkembangan masyarakat.Golongan kedua adalah orang yang kuat otak kanannya, lemah otak kirinya. Orang ini saya gambarkan sebagai orang-orang yang 'gaul melulu tapi dongoknya minta ampyun'. Mereka ini biasanya adalah para aktifis yang mengikuti berbagai kegiatan di kampus atau masyarakat, dalam bidang apa pun, sebagian rajin kalau disuruh begadang. Hampir tidak ada di antara mereka yang menjadi pimpinan atau pengambil keputusan (meskipun mereka ini aktifis hebat) karena otaknya yang lemot itu. Orang-orang ini juga kurang berperan dalam perkembangan peradaban, karena mereka 'loncat kanan kiri tanpa beban dan arah'. Sibuk tapi tanpa isi.Golongan terakhir adalah orang yang lemah otak kanan kirinya, alias tidak punya otak. Ini yang paling payah. Mereka ini biasanya, sejak masa sekolah dan kuliahnya, sudah disibukkan dengan urusan mode, gaul dalam kelompok-kelompok kecil alias 'genk', setia meng-update gaya sesuai artis atau meniru gaya anak-anak seusianya di belahan dada, eh, dunia yang lain. Mereka ini kalau sekolah tidak pernah tahu apa yang sedang dipelajari, di masyarakatnya atau di kampusnya juga tidak terlibat dalam aktifitas apa pun. Mereka ini hanya meniru, meniru, meniru dan yang penting senang. Golongan ini bukan sekedar tidak berperan dalam perkembangan peradaban, tapi menjadi penghambat, alias sampah masyarakat. Mereka sangat tidak pantas bahkan untuk menjadi penjahat sekalipun. Disemprot obat anti hama adalah perlakuan yang paling tepat untuk mereka.Di luar ketiga golongan besar tadi, ada sekelompok kecil orang yang kuat kedua sisi otaknya, atau paling tidak kekuatannya berimbang sesuai takaran. Orang-orang inilah yang mempengaruhi dan mengembangkan peradaban negeri kita. Tapi karena jumlahnya sedikit, ya, negara kita lambat pertumbuhannya.....

Tidak ada komentar:

Post category